PA Ponorogo : Ketahui Faktor Apa Saja yang Mempengaruhi Pemenuhan
Hak Perempuan dan Anak Pasca Terjadinya Perceraian
www.pa-ponorogo.go.id || Rabu, 29/03/2023. Masyarakat kerap kali bingung dan tidak mengetahui hak-hak yang diperoleh pasca terjadinya perceraian. Sewaktu adanya perkara perceraian karena talak, isteri dan anak – anak yang ditinggalkan berhak atas sejumlah biaya yang wajib diberikan oleh seorang suami atau ayahnya. Adapun biaya yang dimaksud yakni nafkah penghibur (mut’ah), nafkah masa lampau (madhiyah), kewajiban melunasi mas kawin apabila belum lunas, kemudian ada pula biaya pemeliharaan anak (hadhanah) dan nafkah dalam masa tunggu (iddah). Kewajiban pemberian nafkah itu diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 diubah dengan UU No 16 Tahun 2019 jo PERMA No 3 Tahun 2017 jo SEMA No 3 Tahun 2018 jo SEMA No 2 Tahun 2019 jo Kompilasi Hukum Islam. Akan tetapi dalam praktiknya, pemenuhan hak – hak perempuan dan anak tersebut ditunjang oleh berbagai macam faktor. Adapun faktor pendukung pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian diantaranya adalah;
- Itikad baik dari suami. Ketiadaan sanksi bagi suami yang tidak memenuhi nafkah pasca perceraian selain berupa teguran. Oleh karena itu, itikad baik dari suami berperan besar dalam realisasi pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian.
- Amar putusan majelis hakim. Dalam cerai talak, kewajiban pemenuhan hak tersebut secara tersurat dimuat dalam amar putusan majelis hakim. Berbeda dengan kasus cerai gugat, dalam cerai talak pemberian nafkah untuk mantan istri menjadi opsional sifatnya, apabila tidak tercantum dalam gugatan, pembebanan kewajiban nafkah oleh suami menjadi tidak ada. Walaupun secara ex-officio hakim bisa saja membuat penetapan kewajiban nafkah tersebut sepanjang dimaknai sebagai bagian dari pemenuhan keadilan bagi mantan istri dan anak-anaknya.
- Suami mempunyai penghasilan dan/atau harta yang cukup untuk memenuhi tuntutan kewajiban. Tidak dapat dipungkiri, adanya harta yang bisa diberikan kepada isteri dan anak - anaknya menjadi faktor penting yang sangat mendukung dalam pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian.
Perihal faktor penghambat pemenuhan perlindungan hak perempuan pasca perceraian khususnya dalam segi cerai talak antara lain:
- Tidak adanya aturan yang tegas dan jelas terhadap suami yang tidak melaksanakan ikrar talak sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum (mengakibatkan gugurnya kekuatan penetapan) sehingga hukum belum dapat menciptakan kepastian.
- Putusan yang tidak dapat dilaksanakan eksekusi. Ketika suami enggan melaksanakan ikrar talaknya dengan alasan pembebanan nafkah yang terlalu besar, maka dapat berakibat penetapan ikrar talak gugur dan status para pihaknya tetap utuh sebagai suami-istri yang sah, sehingga istri sangat dirugikan karena tidak dapat mengajukan eksekusi atas hak nafkah tersebut. Hak nafkah yang dituntut istri dapat terwujud hanya apabila ikrar talak sudah dilaksanakan oleh suami.
- Rendahnya tingkat kesadaran hukum dan pengetahuan hukum di masyarakat. Sedangkan upaya hukum yang dapat dilakukan termohon pasca gugurnya kekuatan penetapan ikrar talak secara tegas dalam Undang-Undang tidak diatur, sehingga yang dapat dilakukan termohon agar statusnya jelas karena digantung oleh pemohon adalah mengajukan gugat cerai. Hal inilah yang mengakibatkan tidak jelasnya pemenuhan hak nafkah istri yang ada dalam petitum perkara cerai talak yang diajukan pemohon.
Wakil Ketua PA Ponorogo, H. Ali Hamdi, S.Ag., MH., dalam wawancaranya dengan Tim Media PINTAR PA Ponorogo mengatakan “bahwa untuk memenuhi tuntutan kewajiban pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian yang mana karena adanya faktor penghambat seperti enggannya suami melaksanakan ikrar talak, supaya hal tersebut tidak terjadi, maka diperlukan aturan yang tegas dan perlu juga adanya sanksi terhadap pemohon yang menelantarkan termohon pasca gugurnya penetapan ikrar talak tersebut. Kemudian faktor lainnya seperti rendahnya tingkat kesadaran hukum dan pengetahuan di masyarakat akan hukum khususnya perlindungan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian, maka dibutuhkan kegiatan penyuluhan hukum secara efektif hingga pihak yang mendapat penyuluhan mampu mengidentifikasi dan memahami hak-hak sebagai istri maupun mantan istri dan hak-hak anak pasca perceraian. (AS, yl)