PA Ponorogo "Di Komplain, Tingginya Angka Dispensasi Kawin”
www.pa-ponorogo.go.id || Senin, 19/12/2022. "Kenapa ya, Pengadilan Agama Ponorogo banyak meloloskan pernikahan anak," cuitan salah satu pengikut media sosial PA Ponorogo. Pernikahan anak memang menjadi isu yang tidak akan pernah selesai diperbincangkan. Isu yang menjadi perhatian dari pemerintah, namun juga sebagai fakta yang terjadi di masyarakat. Selain itu, pernikahan anak juga bersinggungan dengan keyakinan masyarakat dalam beragama maupun dalam budaya. Salah satu pihak yang menjadi sorotan dalam isu tersebut adalah Pengadilan Agama Ponorogo. Pasalnya, PA Ponorogo menjadi pihak yang menentukan untuk dikabulkan atau tidaknya permohonan dispensasi kawin yang diajukan oleh orangtua yang akan menikahkan anaknya ketika anak tersebut masih di bawah usia 19 tahun.
Dispensasi kawin menjadi salah satu pintu legalnya pernikahan anak. Undang-Undang Perkawinan menetapkan batas minimal usia pernikahan adalah 19 tahun. Namun, ketentuan tersebut dapat disimpangi dengan syarat melalui izin dari pengadilan, yakni dengan dikabulkannya permohonan dispensasi kawin. Berdasarkan Laporan Perkara Masuk Pengadilan Agama Ponorogo, Tahun 2021 memutus 266 perkara, dan hingga dimuatnya berita ini (19/12/2022) PA Ponorogo menerima 184 perkara dispensasi kawin. Alasan yang mendesak menjadi pemandu bagi hakim dalam menjatuhkan penetapannya. Tetapi, dalam aturan-aturan tersebut, tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang apa saja kriteria alasan mendesak tersebut. Sebagai akibatnya, kondisi apa saja yang dapat dikatakan alasan mendesak menjadi murni ijtihad hakim. Ini berarti norma tentang alasan mendesak memiliki spektrum yang sangat luas, seluas keyakinan hakim dalam memandang pernikahan usia anak.
Menurut Ketua PA Ponorogo, Drs. Zainal Arifin, MH., Unsur budaya hukum dalam pernikahan usia anak dapat kita lihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan usia anak. Di antara faktor-faktor tersebut, sebagaimana tercantum dalam naskah akademik Undang-Undang Perkawinan tahun 2019, adalah kemiskinan dan dampak negatif perkembangan teknologi. Faktor-faktor tersebut jelas di luar kuasa dan kewenangan pihak pengadilan. Sayangnya, masih banyak pihak yang tidak menyadari dan hanya membebankan upaya pencegahan pernikahan usia anak pada pengadilan saja. Berdasarkan Pasal 28 (I) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia merupakan tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah atau pihak eksekutif juga bertanggungjawab terhadap upaya pencegahan pernikahan anak. Kedua stakeholder PA Ponorogo maupun Pemerintah Daerah Ponorogo harus bersatu dan bersinergi untuk memenuhi amanat Undang-Undang berupa pencegahan pernikahan anak. (yl)